Iiihh melahirkan itu seperti…(part Two)

Ada beberapa alasan mengapa kami memutuskan untuk melahirkan di klinik bidan. Walaupun sejumlah keluarga dekat menyayangkan pilihan itu. Maklum, anak pertama (juga cucu pertama) bagi keluarga suami saya, semua pinginnya berjalan mulus dan sempurna.

Bagi kami, pilihan melahirkan di bidan tidaklah mengurangi keinginan melewati semua dengan sempurna. Justru kami sangat ingin persalinan ini bisa sempurna dengan cara normal (bukan operasi). Kami ingin proses yang dilalui bisa sealami mungkin, sehingga pemulihan pasca melahirkan bisa berjalan cepat.

Walaupun jujur saya takut juga. Berbagai macam rasa takut mendera saya. Takut menanggung sakit yang amat sangat. Takut jika saya harus pergi selamanya. Saya sungguh tak bisa membayangkan rasa duka yang melingkupi bila semua terjadi seperti ketakutan-ketakutan saya itu.

Rasa berani juga coba saya kumpulkan. Keyakinan bahwa pertolongan itu selalu ada. Manusia tak bisa mengandalkan kekuatannya sendiri. Melainkan kekuatan Tuhan dan tentu doa orang-orang yang mengasihinya. Bismillah…..

Tiba di bidan. Saya kaget. Bidan yang memeriksa malam itu bukan Bidan Ratna, seperti biasa, tapi bidan lain, yang belakangan saya tau namanya Bidan Marike (Ike). Wajahnya manurut saya jutek (sorry ya bu Bidan). Wajahnya sangat susah menyunggingkan senyum. Pembawaannya panikan alias gak tenang seperti bidan Ratna. Saya menilai begitu karena begitu tiba, berkenalan pun tidak (sebagai basa-basi orang timur yang baru pertama ketemu), ditensi pun tidak, saya diminta membuka pakaian bagian bawah. Its very tactically for me. Sangat tak nyaman.

Malam itu kami ditempatkan di kamar kelas I. Bidan Ike pesan, jangan panggil pertolongan kalau sakitnya belum sakit sekali. “Baru pembukaan dua, tahan saja sakitnya dan jangan panggil saya sebelum ibu benar-benar tidak tahan sakitnya ya. Kalau sakit sekali pegang saja lutut sambil bilang iihhhkkkkk (dengan wajah menggeram merapatkan gigi). Ibu tidak akan bisa tidur malam ini, karena akan sakit sekali. Perkiraan saya pagi baru melahirkan,” pesannya.

Oooh sungguh pesan yang tidak menenangkan buat saya dan suami yang malam itu memang memutuskan menginap dan menanti di klinik. Ya, kami tak mau panik saat waktu semakin dekat. Jadi lebih baik menginap. Saya juga tak mau melihat suami panik menyetir mobil karena harus segera tiba di klinik.

Sepanjang malam itu, servis di bidan hanya dijenguk sekali oleh bidan Ratna dan perawat yang mengganti bola lampu WC yang putus. No snack, no food just drink water. Malam semakin larut. Sakit semakin menghujam.

Share