Berita kedatangannya ke Kalbar sudah aku terima sejak aku berangkat ke Ketapang. Pria yang memilih tinggal di Canberra, ibukota Australia ini sudah mengirim pesan sejak ia masih di bumi kangaroo itu.
Aria Jalil. Begitu ia biasa dipanggil. Sosok kebapakan yang merintis hidup dari seorang tukang susu hingga menjadi atase kebudayaan RI di Australia ini memberi banyak pencerahan dan inspirasi. Dalam usia 68 tahun semangatnya bak pemuda usia 20-an.
Aku bertemu Aria saat merayakan Idul Fitri di Kedubes RI di Canberra, ia pula yang mempertemukan aku dengan Ahdiyat Kartamihardja, novelis fenomenal yang mengobok-obok negara ini dengan novel berjudul ‘Atheis’.
Dalam lobi dan rayuku waktu itu, Aria akhirnya bersedia menjadi ‘freelancer’ untuk Harian Borneo Tribune. Koran dari putra-putra daerah Kalbar yang di dalamnya terdapat orang-orang muda dengan semangat baja, dan …rasa kasih sayang, persaudaraan, yang sulit dilupakan dan tiada duanya.
Atas permintaaan Aria, aku mengurus segala keperluannya untuk bertemu rekan-rekan pers dan mahasiswa yang bersedia berdiskusi dengannya. Kami pun menggelar diskusi di ruang redaksi Borneo Tribune Rabu (16/7) lalu.Semua redaktur Borneo Tribune hadir, Ada Bang Yusriadi, intelektual STAIN yang bergelar doktor dr Univ. kebangsaan Malaysia. Abang satu ini sudah banyak menulis buku.Pemikirannya bernas. Suatu saat aku ingin bisa secemerlang bang Yus.
Ada Bang Nur Iskandar juga tentunya, selaku moderator diskusi. Abang satu ini terkenal dengan sifat sederhana dan ‘ngemong’ terhadap wartawan. Abang yang selalu mau mendengar dan membantu orang lain.
Ada Bang Tanto Yakobus, yang selalu ceria dan membuat hal-hal sulit jadi terlihat mudah…prinsipny…santaaaaaii….hehehe..Ada Bang muhlis suhaeri. Abang yang selalu memberi pencerahan dan inspirasi. Enak buat curhat, easy going tapi serius. Ada Bang mering, yang asyik diajak ngobrol dan tertawa-tawa sambil timpuk-timpukan pakai buku. Pertemuan kembali dengan mereka menambah rasa ‘kangen’ teringat awal-awal kisah membangun borneo tribune.
Isi diskusi juga tak kalah bernas. Tak sedikit dosen dan mahasiswa yang beranimo terhadap acara ini. Aria bercerita banya, isi ceritanya…nanti kubagi-bagi deh ilmunya…yang jelas, aku amat terkesan dengan satu dari sekian banyak tulisan Aria yang dikirim ke emailku saat ia menjadi ‘freelancer’ dari Canberra. Soal filsafat Kodok Ngojay yang banyak jadi sifat orang Indonesia. Tangan menyembah ke atas, kaki menendang yang di bawah. Hehehehehe. Mudah2an kita gak sama yaaacchh…