Meliput Ritual Kematian Dayak Pesaguan

Perjalanan ke Kecamatan Tumbangtiti Ketapang bukan medan ringan yang harus ditempuh. Jalan bak jus tape ini mau tak mau dilewati demi melihat prosesi penggalian kuburan usia 35 tahun. Jenazah seorang tokoh kharismatik Dayak Pesaguan yang sudah dikubur selama 35 tahun akan digali kembali.
Melewati Desa Pelang (desa yang sering disebut-sebut Ronny, suami saya, sebagai Desa Kanal), desa yang memang dilalui kanal yang panjangnya belasan kilometer. Program kanalisasi yang gagal, pikirku, ketika melihat banyak gulma dan semak-semak setinggi tiga meter di pinggir-pinggirnya. Parit yang dalam tapi perlahan mendangkal dan kotor.

Kembali meliput dan menulis adalah akitivitas yang sangat aku rindukan. Tulisan dan bahan-bahan itu kini sudah menumpuk di kepala dan siap dituangkan. Peristiwa unik dan langka yang terjadi hanya beberapa belas tahun sekali. Tulisan ini akan aku buat sepanjang 15.000 karakter atau lebih, dilengkapi foto-foto.
Aku puas, setidaknya aktivitas menulis di mana pun adanya, di kota sekecil Ketapang sekalipun tetap bisa aku lakoni. Banyak tema yang bisa ditulis. Berkarir sebagai penulis dan perlahan-lahan belajar menjadi penulis spesialisasi sudah lama jadi obsesiku. Fokus pada satu tema, dengan tidak melupakan tema-tema yang lain.
Meliput, mengendapkannya, menulis, editing dan mengirim bahan, akan aku lakukan dengan istiqomah. Selagi badan masih kuat bergerak, otak dan rasa masih mampu mengolah data yang masuk, semangat menulis masih membara, aku akan berkarya dan berkarya.

Share